MINAHASA UTARA – Upaya menjaga tradisi leluhur Minahasa yang sudah di kenal dunia, Fantastic Prima Vista (FPV) tetap berkomitmen dan menjadikan kolintang sebagai way of life.
Konsisten dalam upaya pelestarian, FPV mengeksekusi banyak ivent besar bertema kebudayaan. Sabtu (10/5/2025) menjadi tuan rumah lomba kolintang SD-SMP se-Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sekaligus Peresmian Rumah Kolintang dan Peresmian Logo Fantastic Prima Vista.
CEO FPV, Stave Tuwaidan mengatakan, “Sebelum saya menyebutkan orang-orang besar yang berjasa, tentunya saya selalu ditemani oleh komunitas generasi muda yang sangat kreatif yaitu FPV. Sudah 13 tahun kami konsisten untuk terus mengembangkan kolintang”.
Ia pun mengungkapkan, banyak upaya yang dilakukan, Walaupun torang berpusat di Lembean torang nda pernah menolak kalau ada ajakan main kolintang sampai di pelosok-pelosok depe batasan torang bawah alat sendiri yang dimana memakan waktu.
“Kalo mungkin so ada di tiap-tiap desa, so lebe enak ni pergerakan. Maar dengan keterbatasan itu, nda mengurangi Torang pe semangat. So bagitu konsisten untuk pengembangan kolintang. Kegiatan inipun hasil daripada konsisten anak-anak prima vista,” ungkap Tuwaidan.
Sementara, Benhard Holderman sebagai Tokoh Adat dari Tanah Tonsea, turut menanggapi akan kegiatan ini, kegiatan ini luar biasa, mendatangkan tamu undangan nasional dan menjadi pengharum dalam kegiatan ini, ada Penny Iriana Marsetio (Ketua Umum Persatuan Insan Kolintang Indonesia), Prof. Dr. Is Munandar (Duta Besar RI untuk UNESCO), Franky Raden (Musikus Indonesia), Dwiki Dharmawan (Musikus dan produser musik Indonesia).
“Ini noh dorang pe bentuk apresiasi terhadap FPV, ketika karya dan upaya di rancang dengan sepenuh hati dan upaya untuk memposisikan jiwa dalam diri untuk terus melayani lewat musik Kolintang. Menjadi perhatian lebih untuk torang yang hidop ditempat cikal-bakal Kolintang,” ujar Holderman.
Lanjutnya, depe tema Kolintang Membumi, Kolintang Mendunia. Tema tersebut sarat makna, yang dimana Kolintang sudah diakui dunia sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia dari Sulawesi Utara maar sisi lain dari kita pe pandangan, percuma so mendunia kalo di daerah sendiri nd ada perkembangan yang signifikan.
“Torang saja kalo mo perform, harus benar-benar mengatur waktu apalagi kalo acara jaoh dari “Rumah Kolintang”, so musti prepare dari 3 jam sebelum acara karena mo angka-angka kolintangleh dlu ka tampa acara. Coba sama-sama rukup untuk pengadaan Kolintang tiap kecamatan ato desa yang ada di tanah Tonsea, ivent-ivent kebudayaan serta workshop atau seminar kebudayaan, hidupi yang benar-benar bertandang langsung dengan pengembangan, so pasti mo ada daya tarik sendiri itu untuk peningkatan eksistensi kebudayaan dan juga pengembangan pariwisata yang ada di tanah Tonsea,” ungkap Holderman yang dikenal juga sebagai Aktivis Adat serta Pemerhati Pariwisata di Tanah Tonsea.
Holderman pun membeberkan keresahannya, “Yang kita amati, tape daerah sandiri banya ja beking kegiatan seremonial tanpa makna. Lebe bae so memang beking sesuatu yang berdampak kepada seluruh insan, Itu lebe tepat sasaran”.
“Masa, yang bukan orang Minahasa memiliki kepedulian serta sumbangsih besar kepada budaya Minahasa kong orang Minahasa sendiri, yang bawah-bawah dong pe nama leluhur di dong pe fam kong nda bisa ada action seperti itu,” tegas Holderman.
Ia menambahkan, suatu kehormatan ketika seorang Insan Kolintang yang berasal dari tanah Jawa mendedikasikan dirinya untuk mencintai Minahasa.
“Kita pe orang suka bicara fakta, makanya senang sekaligus bangga pa Ibu Penny bersama keluarga yang mengangkat budaya Minahasa sampai kanca internasional,” katanya.
“Seorang Istri jendral bintang empat, mantan Kepala Staf Angkatan Laut, rela-relaan membuang waktu dan langkah untuk memberikan apresiasi pa torang ditambah juga kedatangan Duta Besar RI untuk Unesco, Is Munandar, Franky Raden dan Dwiki Dharmawan, orang-orang hebat ini yang beking torang lebih semangat berkarya. Ini tu biasa tong ja bilang, kerja nyata karena bukti lebih dari teori,” pungkasnya.